Semarak pertumbuhan musikalisasi puisi seperti digambarkan di atas tidak mengherankan apabila kita meninjau sejarah perkembangan sastra dan musik itu sendiri. Sejak awal pertumbuhannya, sastra dan musik memang saling terkait. Seperti kita ketahui, munculnya bidang hidup yang bernama kesenian berawal dari kepentingan ritual dalam upacara–upacara yang dilakukan masyarakat Tradisional. Dalam kegiatan ini, segalan aspek yang kini disebut seni, seperti sastra (mantra), musik, nyanyian, dan tarian, merupakan satu kesatuan yang saling mengisi tanpa ada pengategorisasian.
Begitu pula dalam perkembangan musikalisasi puisi selanjutnya yang terwujud dalam kesenian–kesenian rakyat dan tradisi sastra lisan. Syair–syair, cerita–cerita di dalam tradisi lama kita, kerap disampaikan dan dibawakan dengan iringan musik dan atau dibawakan dengan lantunan tembang. Pawang penglipur lara/pawang kaba Sumatera misalnya, bercerita/bersyair dengan iringan musik (yang alat–alatnya terbuat dari kulit binatang, kayu, dan bamboo). Di daerah Jawa Barat Tukang Pantun (contohnya dalam Seni Beluk). Tukang pantun ini bercerita semalam suntuk dalam bentuk lantunan tembang sambil memetik kecapi. Cerita – cerita yang kerap dibawakan adalah karya sastra berisi hikayat yang terkadang membutuhkan waktu sampai 7 malam berturut–turut untuk menyelesaikannya.
Hal seperti ini terdapat pula dalam tradisi Barat. Pada tradisi mereka dikenal istilah Troubadur. Troubadur awal mulanya berkembang di Prancis abad 11.Troubadur atau kaum penglipur lara di Eropa Lama ini, merupakan suatu kelompok/kaum yang selalu berkeliling mementaskan syair/cerita melalui nyanyian dan tarian dengan iringan musik.
Keterkaitan seperti itu tampak pula dalam perkembangan musik zaman Barok (1600–1750), terutama di Italia, yang terlihat dari seni eropa. Seperti tercatat dalam sejarah musik, seni ini bermula dari keinginan para seniman, bangsawan, dam cendekiawannyayang menghidupkan kembali drama, musik, dan tari. Pada seni ini, drama Yunani dalam terjemahan Itali dideklamasikan dan diselingi sejumlah lagu solo vokal dengan diiringi beberapa alat musik dalam gaya mondi, yang disebut dengan intermezzi, sebagai tanggapan terhadap cerita.
Dalam perkembangannya kemudian, para seniman opera menyusun syair – syair baru dan aransemen musiknya. Setiap seniman memiliki pola–polanya sendiri. Ada yang mengompromikan deklamasi dan nyayi, ada yang berprinsip musik hendaknya mengabdi pada kata–kata dan bukan menguasainya. Ada pula yang berkehendak mengungkapkan makna kata melalui musik. Pengungkapan makna dalam musik ini, bukan hanya pada musik vokal, tapi juga pada musik instrumental.
Yang terasa lebih khusus dalam kaitan antara musik dengan puisi ini, terjadi di Inggris tahun 1770–an. Pada masa ini terdapat kreativitas sajak–sajak karya penyair Ben Johnson, dilagukan para seniman musik.
Dalam perkembangan sastra modern kita, upaya memadukan dan mengisi penampilan–penampilan puisi dengan musik, seperti dicatat Saini K.M., terjadi tahun 1950–an. Di era ini, untuk lebih membangkitkan nuansa, suasana dan daya sentuh puisi, puisi dibacakan dengan diiringi (diberi aksentuasi) musik (seperti gitar/piano).
Upaya memadukan musik dengan puisi ini terus berkembang hingga mencapai bentuk yang sekarang, yang kemudian terdapat nama musikalisasi puisi.
0 komentar:
Posting Komentar