Burung hantu adalah kelompok burung yang
merupakan anggota ordo Strigiformes. Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora,
pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal). Seluruhnya,
terdapat sekitar 222 spesies yang telah diketahui, yang menyebar di seluruh
dunia kecuali Antartika, sebagian besar Greenland, dan beberapa pulau-pulau terpencil.
Di dunia barat, hewan ini dianggap simbol
kebijaksanaan, tetapi di beberapa tempat di Indonesia dianggap pembawa pratanda
maut, maka namanya Burung
Hantu. Walau begitu tidak di semua tempat di Nusantara burung ini disebut
sebagai burung hantu. Di Jawa misalnya, nama burung ini adalah darès atau manuk
darès yang tidak ada
konotasinya dengan maut atau hantu. Di Sulawesi Utara, burung hantu dikenal dengan
nama Manguni.
Burung hantu dikenal karena matanya besar dan menghadap ke
depan, tak seperti umumnya jenis burung lain yang matanya menghadap ke
samping. Bersama paruh yang
bengkok tajam seperti paruh elang dan susunan bulu di kepala yang
membentuk lingkaran wajah,
tampilan "wajah" burung hantu ini demikian mengesankan dan
kadang-kadang menyeramkan. Apalagi leher burung ini demikian lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat
ke belakang.
Umumnya burung hantu berbulu burik,
kecoklatan atau abu-abu dengan bercak-bercak hitam dan putih. Dipadukan dengan
perilakunya yang kerap mematung dan tidak banyak bergerak, menjadikan burung
ini tidak mudah kelihatan; begitu pun ketika tidur di siang hari di bawah
lindungan daun-daun.
Ekor burung hantu umumnya pendek, namun
sayapnya besar dan lebar. Rentang sayapnya mencapai sekitar tiga kali panjang
tubuhnya.
Klasifikasi
Kerajaan
|
|
Filum
|
|
Kelas
|
Aves
|
Ordo
|
|
Famili
|
Kebiasaan
Kebanyakan jenis burung hantu berburu di
malam hari, meski sebagiannya berburu ketika hari remang-remang di waktu subuh
dan sore (krepuskular) dan ada pula beberapa yang berburu di siang hari.
Mata yang menghadap ke depan, sehingga
memungkinkan mengukur jarak dengan tepat; paruh yang kuat dan tajam; kaki yang
cekatan dan mampu mencengkeram dengan kuat; dan kemampuan terbang tanpa
berisik, merupakan modal dasar bagi kemampuan berburu dalam gelapnya malam.
Beberapa jenis bahkan dapat memperkirakan jarak dan posisi mangsa dalam
kegelapan total, hanya berdasarkan indera pendengaran dibantu oleh bulu-bulu
wajahnya untuk mengarahkan suara.
Sarang terutama dibuat di lubang-lubang
pohon, atau di antara pelepah daun bangsa palem. Beberapa jenis juga kerap
memanfaatkan ruang-ruang pada bangunan, seperti di bawah atap atau
lubang-lubang yang kosong. Bergantung pada jenisnya, bertelur antara satu
hingga empat butir, kebanyakan berwarna putih atau putih berbercak.
Pembasmi tikus
Burung hantu merupakan salah satu jenis
burung hantu yang kerap digunakan sebagai hewan pembasmi hama tikus di sektor pertanian. Burung hantu merupakan musuh
bebuyutan dari tikus. Karena itu mulai banyak petani maupun perusahaan
pertanian yang menggunakan burung hantu untuk menanggulangi serangan tikus.
Burung hantu lebih efektif dibandingkan pengendalian tikus menggunakan racun
tikus, gropyokan (perburuan tikus melibatkan banyak
orang secara bersama-sama dan serempak) dan lain-lain.
Sebagai predator
alam, burung hantu jenis Serak Jawa merupakan
pemburu tikus yang paling populer dan andal, baik di
perkebunan kelapa sawit maupun
di pertanian padi.
Dalam pertanian, sepasang burung hantu bisa melindungi 25 hektare tanaman padi.
Dalam waktu satu tahun, satu ekor burung hantu dapat memangsa 1300 ekor tikus.[1]
Burung hantu juga merupakan predator tikus
yang efektif di perkebunan kelapa sawit. Penggunaan burung hantu bisa
menurunkan serangan tikus pada tanaman kelapa sawit muda hingga di bawah 5
persen. Dari segi biaya, pengendalian serangan tikus menggunakan burung hantu
lebih rendah 50 persen dibandingkan penanggulangan tikus secara kimiawi.[2].
Sejumlah pemerintah daerah mulai
menggunakan burung hantu untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi mereka,
termasuk Pemerintah Kabupaten Pati.
Mulai 2012, Bupati Pati Haryanto mencanangkan program
penangkaran burung hantu, dengan biaya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah APBD.
Burung hantu yang ditangkarkan digunakan untuk membantu petani mengusir tikus.
Pemerintah daerah juga berencana mengeluarkan peraturan daerah (Perda)
yang isinya melarang perburuan burung termasuk jenis burung hantu. [3].
Rencana pemerintah Kabupaten Pati mengeluarkan Perda larangan berburu burung hantu mendapat
tanggapan positif dari Kementerian
Kehutanan Indonesia. Kementerian Kehutanan Indonesia berencana
menerbitkan Peraturan Menteri tentang perlindungan burung hantu yang mulai
langka di Indonesia. [4]
Ragam jenis
Ordo Strigiformes terdiri dari dua suku
(familia), yakni suku burung serak atau burung-hantu gudang (Tytonidae) dan
suku burung hantu sejati (Strigidae). Banyak dari jenis-jenis burung hantu ini
yang merupakan jenis endemik (menyebar terbatas di satu pulau atau satu wilayah
saja) di Indonesia, terutama dari marga Tyto, Otus, dan Ninox.
Beberapa contohnya adalah:
TytonidaeSerak Jawa (Tyto
alba)
·
Serak
bukit (Phodilus
badius)
StrigidaeCelepuk reban (Otus lempiji)
·
Beluk
jampuk (Bubo
sumatranus)
·
Beluk
ketupa (Ketupa
ketupu)
·
Punggok coklat (Ninox scutulata)
·
Kokok
beluk (Strix
leptogrammica)
Sumber: [1]
0 komentar:
Posting Komentar